Koneksi Antarmateri-
Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran
Ki Hadjar Dewantara menjelaskan bahwa peran guru adalah sebagai penuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak –anak agar mereka mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Penuntun disini dapat diartikan sebagai pemimpin pembelajaran. Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, guru sering dihadapkan pada situasi yang mengharuskan ia mengambil keputusan yang tepat dan efektif Dalam proses pengambilan keputusan ini tentunya tidak terlepas dari filosofi Pratap Triloka yaitu Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani. Dalam mengambil keputusan, seorang pemimpin pembelajaran harus memberikan keteladanan bagi yang dipimpinnya, ia juga harus mampu berkolaborasi dengan baik agar orang yang dipimpinnya dapat mengambail keputusan yang efektif. Selain itu, ia juga harus mampu memberikan dorongan bagi orang yang dipimpinnya agar potensi yang dipimpinnya dapat berkembang secara maksimal.
Nilai – nilai yang ada pada diri kita sebagai pemimpin pembelajaran seperti nilai mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid tentu saja berpengaruh pada prinsip- prinsip dalam mengambil suatu keputusan. Keputusan yang kita ambil sebagai pemimpin pembelajaran akan selalu mempertimbangkan nilai- nilai tersebut. Nilai- nilai tersebut merupakan nilai dasar yang harus dimiliki seorang Guru Penggerak.
Kegiatan terbimbing pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ adalah guru sebagai coach harus bisa menuntun murid (coachee) dalam mengambil keputusan yang efektif. Oleh karena itu, guru harus menguasai keterampilan komunikasi efektif, membuat pertanyaan- pertanyaan yang efektif dan reflektif, dan mendengarkan aktif. Dengan menjadi coach yang baik tentunya akan mengembangkan potensi yang dimiliki murid (coachee). Coach yang baik tentunya tidak memberikan solusi secara langsung terhadap ,masalah yang dialami coachee tetapi hanya menjadi penuntun agar coachee dapat mengatasi masalahnya sendiri dengan potensi yang ia miliki.
Studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai – nilai yang dianut seorang pendidik. Sebagai seorang pendidik, guru sering dihadapkan pada masalah baik itu dilema etika atau bujukan moral yang memerlukan pengambilan keputusan yang efektif. Pengambilan keputusan yang baik tentu memerlukan pertimbangan dan tidak begitu saja mengambil keputusan. Dalam mengambil keputusan harus guru perlu mempertimbangkan nilai- nilai, 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 pengujian pengambilan keputusan agar pengambilan keputusan yang diambil benar – benar efektif.
Pengambilan keputusan yang tepat dengan mempertimbangkan nilai – nilai yang ada pada diri, menerapkan 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengujian keputusan, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman.
Kesulitan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus – kasus dilema etika di lingkungan saya adalah saya belum terbiasa dalam menerapkan 4 pradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengujian keputusan. Hal ini terjadi karena kebiasaan yang saya lakukan dalam mengambil keputusan hanya mempertimbangkan nilai- nilai dan dampak keputusan yang saya ambil terhadap lingkungan sekitar.
Keputusan yang diambil seorang pemimpin pembelajaran tentu saja berpengaruh bagi kehidupan atau masa depan murid- muridnya. Hal ini sejalan dengan paradigma jangka pendek lawan jangka panjang. Misalnya, ketika seorang guru membiarkan muridnya mencontek ketika ulangan, maka kebiasaan mencontek itu akan menjadi kebiasaan negatif bagi murid. Murid tersebut akan menganggap bahwa mencontek saat ulangan merupakan hal yang biasa yang boleh dilakukan karena tidak ada teguran dari guru. Tetapi , ketika guru menegur atau memberi nasihat pada murid untuk tidak mencontek, hal ini akan menjadi efek jera dan pemahaman bagi murid bahwa mencontek itu perbuatan yang tidak boleh dilakukan.
Guru sebagai pemimpin pembelajaran juga sebagai penuntun bagi murid –muridnya dalam mencapai kekuatan kodrat yang dimilikinya agar murid mencapai kebahagiaan baik sebagai individu atau sebagai anggota masyarakat. Untuk mencapai kebahagiaan (tujuan pendidikan) tersebut, guru senantiasa melaksanakan pembelajaran yang berpihak pada murid misalnya dengan pembelajaran berdiferensiasi yang terintegrasi pembelajaran social dan emosional dan melaksanakan coaching untuk mengembangkan potensi yang ada pada murid. Selain itu, dalam mengambil suatu keputusan, guru senantiasa mempertimbangkan nilai- nilai yang ada pada dirinya, menerapkan 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengujian keputusan. Hal tersebut dilakukan demi terwujudnya murid merdeka sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila.